top of page

MERBABU TIDAK PERNAH INGKAR JANJI

  • Writer: Sarah Z. Khairunnisa
    Sarah Z. Khairunnisa
  • Aug 25, 2016
  • 6 min read

Kisah ini menceritakan pengalaman saya dan teman-teman mendaki sebuah gunung di pulau Jawa untuk ketiga kalinya. Gunung Merbabu dengan ketinggian 3.145 m kami kunjungi pada 10-11 Agustus 2016 setelah gunung Gede (2.958 m) dan gunung Papandayan (2.665 m) didaki pada tahun-tahun sebelumnya.


Gunung Merbabu sendiri merupakan gunung berapi dengan letusan terakhir di tahun 1797. Gunung yang terletak di provinsi Jawa Tengah ini memiliki empat jalur pendakian lama yaitu, Thekelan, Cunthel, Wekas dan Selo dan beberapa jalur pendakian baru. Jalur Selo sendiri merupakan jalur yang dilalui dalam perjalanan saya dan teman-teman. Ekspedisi dari Bandung hingga mencapai pos pendakian Selo kami lalui dengan menggunakan transportasi kereta api dan mobil sewaan.


Argo Kahuripan mengantarkan kami dari Stasiun Kiaracondong di Bandung hingga Stasiun Purwosari di Solo hanya dengan membayar Rp 84.000. Perjalanan yang kami tempuh selama kurang lebih 9 jam diteruskan dengan menyewa mobil minibus menuju “Basecamp Pak Parman” yang berada di dekat pos pendakian gunung Merbabu. Kami berangkat dari Stasiun Kiaracondong pukul 8 malam dan tiba di Stasiun Purwosari sekitar jam setengah 6 pagi.


(Halo perkenalkan kami-dari kiri ke kanan: Dargo, Sarah-penulis, Naufal, Irfan, dan Ebe)

Saat kami tiba di stasiun Purwosari, dekat gerbang keluar sudah ada yang menawari tumpangan hanya dengan dua ratus lima puluh ribu rupiah hingga pos pendakian Selo. Beliau adalah Pak Rin, wong Solo yang mengingatkan saya pada seseorang...


Alhamdulillah perjalanan yang kami lalui pun cukup lancar dari Bandung hingga basecamp. Hanya saja sebelum kami memasuki gerbong 3 di Stasiun Kiaracondong, kami mengalami ‘sedikit penyitaan’. Seperti yang diketahui bahwa gerbong ekonomi sekarang dilengkapi dengan air conditioner sehingga botol gas yang akan kami gunakan untuk memasak ditinggalkan pada petugas stasiun untuk menghindari ledakan-ledakan ‘lucu’ pada gerbong kereta yang kami tumpangi.


Berdasarkan cerita teman, lama perjalanan dari stasiun Purwosari hingga basecamp di Selo memakan waktu selama dua jam. Namun dengan terjalnya jalan dan kondisi mobil yang kurang baik, pelawatan dari stasiun Purwosari pada pukul setengah 7 pagi berakhir pada pukul 9 pagi di basecamp. “Basecamp Pak Parman” merupakan salah satu basecamp yang ada di daerah pos pendakian. Di sana kami memesan nasi goreng untuk sarapan dan juga nasi-sayur sebagai santapan makan siang agar tidak perlu memasak. Adapun hal yang bisa dilakukan di basecamp ini cukup banyak seperti tidur, makan, belanja ‘merchandise Merbabu’, mencharge HP, bahkan sebelum mendaki salah satu teman saya sempat mandi.


Akhirnya setelah dirasa siap, saya dan teman-teman melakukan pemanasan dan berdoa bersama demi kelancaran selama pendakian menuju puncak. Pukul 10.30 kami memulai ekspedisi setelah sebelumnya mendaftar di pos pendakian dan membayar biaya kontribusi sebesar Rp 15.000 per orang.


(Diambil menggunakan kamera Naufal yang dipasang dengan mini-tripod di atas aspal. Yes, We are ready!)


Jarak pos pendakian Selo hingga puncak sejauh 6 km dan biasa dilalui selama 6 jam (berdasarkan info yang tertulis di papan pengumuman). Selain itu untuk meraih puncak, kita harus melalui 3 pos (berikut beberapa pos bayangan) dan 2 sabana yang biasa dijadikan sebagai camping area.


Dari basecamp menuju pos bayangan pertama dilalui dengan menempuh perjalanan selama 50 menit dan tiba di pos 1 (Dok Malang) setelah menempuh 90 menit tambahan. Kemudian beranjak ke pos 2 (kondisi sudah mulai lapar) dan akhirnya tiba di pos 3 sekitar pukul 3 kurang di sore hari. Di pos 3, barulah kami menyantap bekal makan siang kami dan beristirahat hingga pukul 4 sore untuk memulai kembali perjalanan. Dari pos 3 sudah terlihat gunung Merapi di seberang mata namun terkadang fisiknya tertutup awan. Di pos ini juga lah kami bertemu dengan teman-teman pendaki lain yang menempuh jalur berbeda. Bukan dari jalur Selo melainkan jalur baru yang sebelumnya hendak saya ambil. Namun ternyata jalur Selo merupakan jalur yang paling ‘aman’ setelah sedikit bertukar cerita dengan pendaki lain.

(Ketinggian pos 2 yang sudah sejajar dengan awan)

Penjelajahan yang dilalui berikutnya cukup berat karena jalan yang terjal terlihat jelas di depan mata. Setelah melalui rintangan terberat sampai titik itu, tibalah kami di sabana 1 dan memutuskan untuk bermalam disana. Kami pun tiba di sabana 1 sore hari, sekitar pukul 5 lebih dan langsung mendirikan solat ashar yang dijamak dengan solat zuhur. Sehingga kurang lebih 6 jam waktu yang diperlukan untuk tiba di sabana 1 dari titik awal pendakian (basecamp).


Ok, stop talking about the route.

(Mendaki itu berat dan butuh semangat juga fisik yang kuat)

Jadi, selama perjalanan mendaki apa yang saya rasakan cukup berat. Bukan hanya topangan carrier yang dirasa berat atau cerita-cerita mistis tentang gunung ini yang dari awal sudah saya hiraukan. Pendakian kali ini berbeda. Mungkin karena kurangnya latihan fisik. Dari awal tanjakan, kaki saya (yang merupakan organ tubuh paling diforsir) sudah lemas. Berbeda dengan kondisi saat melakukan ekspedisi ke gunung Gede dan gunung Papandayan sebelumnya. Karena tak seperti biasanya, awak lincah yang biasa berada di depan barisan kini menjadi batu berat yang memperlambat perjalanan. Begitulah… Namun semangat kami semua menghantarkan kami kepada pengalaman epic selanjutnya. Dan beginilah wujud tenda yang kami dirikan sebagai tempat berlindung pada malam yang jumud itu.

(Penampakan kamar di hotel sejuta bintang)


Sebelum menghadapi malam di Sabana 1, keindahan sunset menyambut kami seiring hilangnya rasa capek, letih dan lelah di sekujur tubuh. HAHAHA. Tentu saja ini merupakan salah satu bagian terbaik dalam setiap pendakian. Semua keluhan dan kucuran keringat pun (selalu) terbayar oleh keagungan alam yang indah yang kami rasakan :) Alhamdulillah

(Another sunset above the clouds. Taken at Sabana 1)

Malam pun datang. Setelah selesai membereskan tenda dan mendirikan solat, kami pun mengisi perut dengan memasak di luar tenda. Tentu saja malam itu seperti malam-malam biasanya di gunung. Sangat dingin dan menusuk jiwa. Lebay :(

Malam itu pun berakhir dengan indah. Sabana pertama Gunung Merbabu menyajikan jutaan bintang sebagai atap tidur kami. Bahkan untuk pertama kalinya, saya dan teman-teman menyaksikan bintang jatuh! It’s true! Even I saw the shooting stars twice with my own eyes. Ternyata penampakan satu bintang jatuh itu berlangsung sekitar 2 detik. Selain jajaran bintang, kami pun dapat memandangi milky way sebagai teman tidur kami malam itu. Namun karena suhunya sangat rendah, star-gazing kami lakukan dengan hanya menyisakan kepala di luar tenda.

(Our star-gazing style: masuk sleeping bag dan tenda, kecuali kepala)

(Tingginya gedung-gedung di kota, tetap tak bisa menampakkan jutaan bintang layaknya Sabana 1 ini)

(Milky Way )

Malam pun melintasi tidur lelap kami. Kami bangun dan bersiap untuk pengejaran sunrise. Setelah memakai jaket, sarung tangan, headlamp dan mempersiapkan perlengkapan lain, kami beranjak dari tenda hangat kami menuju Sabana 2 yang dilanjutkan ke satu pos lainnya dan beberapa bukit untuk tiba di Puncak Trianggulasi.


Dalam perjalanan yang dimulai pukul 4 subuh, kami bertemu dengan teman-teman pendaki lain yang juga hendak mengejar sunrise di puncak gunung Merbabu. Adapun puncak yang dimiliki gunung ini ada tujuh, yaitu puncak Syarif, puncak Trianggulasi, puncak Watugubuk, puncak Watutulis, puncak Gegersapi, puncak Ondorante dan puncak Kentengsongo.


Seperti yang sebelumnya telah saya ceritakan bahwa bagi saya perjalanan ini cukup berat. Sebenarnya dalam mendaki sebuah gunung, fisik yang tak terlalu kuat dapat mengantarkan kita pada puncak asalkan mental yang kita miliki kuat. Dan dalam ekspedisi ini, saya pribadi pun menjadikannya sebuah evaluasi sekaligus pencarian jati diri bertepatan dengan selesainya studi sarjana saya. Kemudian dengan pikiran yang cukup rumit, perjalanan menuju puncak dilalui dengan bantuan (tarikan) Irfan dan Ebe. Dengan kondisi masih gelap, jalan yang terjal serta berbekal headlamp, dengan perasaan haru akhirnya kami sampai puncak pada pukul 5.15 dini hari.


("Hardwork never betrays you! Mind over body. Go beyond limit!")

(Sunrise, 11 Agustus 2016, Puncak Trianggulasi, Merbabu)

(Dargo, Naufal, Ebe, Irfan, Sarah dan puncak Trianggulasi)

(Salah satu keinginan sesudah mendapat gelar Sarjana. Alhamdulillah tercapai :))

Setelah puas menikmati tanah tertinggi Merbabu dan segala penampakan indahnya, kami turun kembali menuju Sabana 1 sambil menikmati jalur yang kami injak pada dini hari. Saya terpana akan hamparan Sabana 2 di tengah perjalanan. Kami pun menikmati waktu cukup lama disana untuk menyatukan kembali diri ini dengan alam. Tidur di hamparan sabana yang luas, membaca buku di bawah pohon rindang dengan sinar mentari yang menyinari, berfoto, berlari… hingga kami lapar dan langsung menuju tenda.

(Hamparan Sabana 2. Kegiatan-kegiatan yang kami lakukan dapat dilihat pada video di bawah)

Setelah makan siang, perjalanan kami lanjutkan dengan hati tenang. Kami lalui padang edelweiss dan beberapa bukit untuk kembali melanjutkan kehidupan sesudah Sarjana. Adapun waktu yang diperlukan dari Sabana 1 tempat tenda didirikan menuju basecamp adalah selama 3 jam.

Sampai saat ini, pendakian gunung Merbabu merupakan ekspedisi terbaik yang telah saya alami karena:

  1. Tidak terguyur hujan selama pendakian

  2. Bisa star-gazing dan melihat bintang jatuh dua kali untuk pertama kalinya!

  3. Sampai puncak dengan bahagia

  4. Makanan melimpah dan dimasak secara ‘mewah’ (lihat kanan :9)

  5. Setelah turun dan sampai basecamp, LANGSUNG MANDI!!!

  6. Ini poin terakhir, tidak sedang didatangi ‘tamu’ hehehe

(Bukit-bukit Merbabu yang terlihat dalam perjalanan menuruni puncak-turunnya harus sambil duduk aka nyorosot)

(Padang Edelweiss)

(Punggung yang harus dilalui untuk sampai puncak. Beruntung saat naik pada waktu dini hari. Sehingga terjalnya tak terlihat oleh mata karena masih gelap :p)

Percayalah kawan, suatu perjalanan selalu mengajarkanmu suatu hal. Keindahan yang didapatkan hanya bonus saja. Kenangannya merupakan hadiah lain yang setiap kita melihat kembali foto-foto yang telah diambil, semuanya berkali-kali lipat menjadi jauh lebih indah.

Akhir kata, perjalanan ini merupakan suatu pengalaman epic yang tak akan mudah dilupakan. Yang pada setiap kesempatan melihat kembali kenangan-kenangannya dalam foto yang diambil, hanya menambah keindahan akan ekspedisi berharga ini. Karena,


MERBABU TIDAK PERNAH INGKAR JANJI


(Like, subscribe and wait for another journey on my channel! :))

Comments


You Might Also Like:
15665948_10207961048726023_527166268673554923_n_edited
earthveller (2)
WhatsApp Image 2017-12-04 at 17.51.11
11392823_10207275457991486_8600812436387973447_n_edited
11391195_10207268235490928_1415854888184550371_n_edited
11412287_10207268234890913_4058087143806656086_n
11425494_10207275431510824_4124597432542016089_n_edited
WhatsApp Image 2017-12-06 at 09.15.47
11401458_10207268283612131_4665897805682407246_n_edited
11429958_10207275401510074_1365708552023606730_n_edited
11390325_10207275510392796_6576069791772311535_n_edited
She is at a place in her life where peace is her priority and negativity cannot exist
Take me on a trip, I'd like to go someday..
She's imperfect, but she tries_She is messy, but she's kind_She is all of this mixed up and baked in
01.01
G🔅🔅D  MORNING people ✨_•_•_in a good mood to put more pict to my #instagram •_•_#fleurs #garden #a
Berkibarlah..
Still remember that emotional scene
_Eventually, all things fall into place.jpg Until then, laugh at the confusion, live for the moments
Blue is my favorite color, but being pink is my choice 💙💝🌸 #goodmorning #jadi #lampujalan #tiangl
Kadang hidup buat kita bersandar di semak-semak _#life #mindoverbody 🌿
When was the last time you feel good about yourself__•_•_•_#bohemian #mamastyle #good #beach #vibes
Bangun pagi abis sampe puncak_ Susah banget! Abis cape, udaranya dingin, anginnya gede pula ⛺🍃 💨_➖
Gravitasi akan senantiasa menarik tubuhmu ke bawah. Tapi tidak dengan mimpimu
mevvah_edited
DSC02965_edited
DSC02913_edited
DSC02937_edited
20160810_172243_edited
DSC02790_edited
DSC02836_edited
P_20160811_055210_PN_edited
put it about me
DSC02726
Bangun pagi abis sampe puncak_ Susah banget! Abis cape, udaranya dingin, anginnya gede pula ⛺🍃 💨_➖
Gravitasi akan senantiasa menarik tubuhmu ke bawah. Tapi tidak dengan mimpimu
She's imperfect, but she tries_She is messy, but she's kind_She is all of this mixed up and baked in
When was the last time you feel good about yourself__•_•_•_#bohemian #mamastyle #good #beach #vibes
She is at a place in her life where peace is her priority and negativity cannot exist
About Me, Sarah Z. Khairunnisa

A girl with an enthusiastic mind. Always dream to be the hottest scientist alive. But never forget to put a smile on every journey and be happy with friends. Hello there! :)

Read More

 

Join my mailing list

Search by Tags

Copyright © 2016 Earthveller | Written by Sarah Z. Khairunnisa | Indonesian blogger | All rights reserved

bottom of page